“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang berakal…” (QS. Yusuf ayat 111).
Sangat penting mempelajari sejarah dakwah Islam di Indonesia.
Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat 111 bahwa mempelajari sejarah
terdapat ibrah (pelajaran). Dengan memepelajari sejarah di masa lampau, kita
dapat mengambil pelajaran untuk di masa yang akan datang dibuat perencanaan
atau konsep yang lebih baik khususnya untuk dakwah di tanah air kita,
Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini “.
Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban. Suatu
bangsa dipengaruhi nilai tertentu jika bahasanya dipengaruhi oleh nilai
tersebut. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa
Al-Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang
bermakna pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari
bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudahdipengaruhi oleh
budaya islami.
Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak – babak yang
penting:
1. Babak pertama, abad 7 masehi
(abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang
datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan
bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan
bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur perdagangan)
dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau
pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami
sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan
dengan Islam terbuka pikirannya, dimuliakan sebagai manusia dan ini yang
membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai
contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini berbarengan dengan Gold (emas
atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan
motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan
Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas
muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota
pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi
kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang
merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian
jaya.
2. Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai
penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat
khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun
kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga
yang membina di wilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan
raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu
kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan
Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo
yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Wali Songo
mengembangkan dakwah atau melakukan proses Islamisasinya melalui
saluran-saluran:
a.
Perdagangan
b. Pernikahan
c.
Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya
indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak
keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam.
Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
d. Seni dan
budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa
kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah
dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang
menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu
kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh
punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
e.
Tasawwuf
Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang
menjadi jaringan penyebaran agama Islam.
3. Babak ketiga, masa
penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia
Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya
menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak
itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh.
Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk
aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah
terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan
antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan
oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah
pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta
didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah
sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di
Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin
beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan
perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan
perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah
Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan
strategi-strategi:
·
Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah
atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di
Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
·
Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar
seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang
orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar
pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh
(khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan
tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan
terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah
terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
4.
Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik
atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat
yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas
budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat
Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh
dari Al-Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain
itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh
lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak seluruh
masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang
pemimpin-¬pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada
bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi
Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di
Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai
priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang
bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat
disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang
memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang
karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia
bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi
pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi
suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya
ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung
dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai
pada sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam
institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan
lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis
Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis
Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan
institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah
kesatuan kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian
Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda
terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel
Huri, ia memotong koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga
ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat
terbodohi.
Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk
kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan,
Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram
Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman
Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada
kalimat yang kontroversi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “
lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya
yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan
Yang Maha Esa.
Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai
ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam
internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang
meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka
proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat
kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awalnya
masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang
sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa
kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota
pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya
berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia
bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan
terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah
peduduk muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah
kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar